Sangat bersahaja....demikianlah kesan yang muncul ketika saya berjumpa dengan brother yang satu ini. Suka bercanda, tapi tetap serius dalam mengerjakan sesuatu.
Dalam sebuah kesempatan yang indah, disalah satu sudut ruangan di kantor Psalm 21, saya berkesempatan bertemu dan mewawancarai beliau, Bp. Budi Santoso Jioe (36 tahun), biasa dipanggil Budi. Dalam suasana yang akrab dan ceria, suami dari Intan Juli (33 tahun), mengisahkan perjalanan hidupnya yang sangat luar biasa.
Siapa yang menyangka jika bapak yang satu ini pernah mengalami 4 kali ditipu orang, 4 kali mengalami kebangkrutan. Tetapi berkali-kali bangkit lagi Setiap kebangkitan yang dialaminya, membawa perubahan yang lebih dahsyat!
Bagaimana pengalaman hidupnya? Bagaimana pengalamannya bersama Tuhan? Mengapa disebut sebagai “domba yang terhilang”? Temukan dalam exclusive Interview with Mr.Budi Santoso.
YAKOBUS EDY SUSANTO (YES):
Shalom, bisa Bapak ceritakan latar belakang kehidupan Bapak?
BUDI SANTOSO JIOE (BUDI):
Saya berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat. Saya lahir dan tinggal di Gg. Irama, Jl. Tanjung Pura. Saya berasal dari sebuah keluarga besar yang miskin, 13 bersaudara. Saya anak yang kesepuluh. Dari kecil saya termasuk anak yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang tua. Sejak usia kecil, saya sudah dibawa ke Jakarta dan tinggal dengan koko saya yg no 1. Saya bertumbuh besar dan bersekolah di Jakarta. Saya sangat merindukan adanya perhatian dan kasih sayang orang tua. Justru karena kurangnya kasih sayang dan perhatian ini, saya menjadi anak yang sangat nakal.
YES : Kenakalan apa saja yang pernah Anda lakukan?
BUDI :
Ketika orang tua saya pindah ke Jakarta, bukannya mengurangi kenakalan saya, justru semakin menjadi-jadi. Kelas 4 SD, saya sudah membuat tatto yang menghiasi tubuh saya, merokok, minum-minuman keras sampai mabuk, terlibat perjudian, menjadi preman dan sering memeras dan minta-minta uang dengan paksa. Koko saya yang no 2 juga termasuk salah satu preman yang cukup disegani di Jakarta.
Suatu saat, ketika sudah beranjak remaja, saya terus mencari jati diri. Saya tidak lagi respek dengan orang tua saya. Padahal mama saya waktu itu cukup disegani masyarakat dan menjadi ketua wilayah barat dari sebuah aliran keagamaan di Indonesia. Beliau sangat sibuk mengikuti kegiatan ini dan itu. Dan papa juga tidak kalah sibuknya. Papa bekerja membuat dan menjual kue. Keadaan kami waktu itu masih miskin.
YES : Keadaan keluarga Anda masih miskin, tapi saya kenal koko Anda. Bukankah keadaan ekonomi koko Anda cukup mapan?
BUDI:
Memang benar, saat itu koko saya yang pertama sudah bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan. Keadaan ekonominya saat itu adalah yang paling baik diantara seluruh keluarga. Kami sangat bergantung padanya. Namun, koko menganut sistim ini. Bagi keluarga yang tidak mau percaya Yesus, akan di”embargo” ekonominya. Artinya, uang hanya diberikan kepada keluarga yang mau percaya Yesus saja. Akibatnya, sekolah saya pun terbengkalai. Saya tidak menyelesaikan sekolah, yang waktu itu hanya sampai kelas 2 SMP. Saya berhenti sekolah, bukan karena saya tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolah, tetapi karena diusir dari sekolah, padahal tiga bulan lagi sudah mau ulangan umum. Sekolah mengeluarkan saya karena selain kenakalan remaja, juga karena kemiskinan keluarga kami. Tidak ada bantuan sama sekali dari koko saya yang lebih mapan. Jangankan uang SPP setiap bulannya, uang pangkal yang hanya Rp. 12.500 saja, belum lunas dibayar.
Ketika saya diberhentikan dari sekolah, justru saya senang, karena merasa bebas dari beban sekolah dan tidak dipermalukan lagi di sekolah. Tetapi begitu saya sampai di rumah, saya menangis sejadi-jadinya. Bagaimana masa depan saya nanti? Karena saya sadar, yang sekolah tinggi saja sulit untuk mendapatkan pekerjaan.
Selain kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian orang tua, ditambah lagi sikap koko saya ini, membuat saya semakin tidak suka dengan kekristenan. Memang seluruh keluarga saya tidak suka Kekristenan, kecuali koko. Saya ingat, ketika masih kecil, koko sering mengantarkan saya ke sekolah minggu disebuah gereja besar di Jakarta, sekalipun saat itu, koko belum menjadi orang percaya. Dia hanya antar saya, tetapi tidak ikut ibadah.
YES : Bagaimana kelanjutannya Pak? Saya dengar Anda pernah terlibat okultisme juga?
BUDI :
Ceritanya begini. Karena terus mencari jati diri dan kedamaian, akhirnya saya masuk dan memeluk sebuah agama di Indonesia. Saya menekuni ilmu agama ini, sampai saya menjadi imamnya dan memimpin kegiatan ibadah di berbagai tempat, dari tempat ibadah kecil, sampai yang besar. Padahal waktu itu usia saya masih muda, sekitar 12-14 tahun. Saya belum berkhotbah, tetapi sudah memimpin ibadah.
Selain belajar ilmu keagamaan, saya juga suka belajar ilmu kejawen dan kebatinan. Saya cari dan belajar ilmu seperti ini dengan tekun, sampai saya menguasai 75 ilmu kejawen dan kebatinan. Semua ilmu kebatinan itu saya pegang. Sampai ilmu kebal dan kesembuhan secara mistik juga saya kuasai. Orang yang luka dibacok, seketika langsung sembuh tanpa adanya bekas luka sedikitpun, setelah saya usap satu kali saja pada bagian kulitnya yang terluka. Saya juga sering melakukan ritual-ritual okultisme seperti puasa empat puluh hari dan empat puluh malam, bersemedi, dll.
Semunya saya lakukan hanya untuk tujuan supaya saya bertambah kuat, menjadi jagoan, sehingga hidup saya aman. Karena waktu masih kecil, saya sering “dijajah” orang lain, sering dipermainkan. Saya tidak terima akan hal ini, maka saya menjadi preman dan melakukan segudang kenakalan di atas. Ditambah lagi, ilmu-ilmu okultisme ini.
YES: Saat itu, Anda kan sudah tidak bersekolah? Apakah Anda bekerja?
BUDI:
Saya belum bekerja. Waktu itu koko saya melihat kenakalan saya sudah kelewatan. Dengan berbagai caranya, mungkin dia juga mendoakan saya diam-diam. Suatu ketika, dalam hati saya tiba-tiba timbul kerinduan untuk bekerja. Saya menjumpai koko dan berkata, “Ko, gua mau kerja, tetapi gua gak mau kerja ama lu ko. Gua mau kerja dengan orang lain.” Koko menjawab, “Oh boleh, teman gua ada kerjaan.” Pada saat itu, secara pintar koko memancing saya ke gereja. Dia bilang, “Lu harus ketemuan dulu dengan temen gue ini. Temen gue cuma punya waktu hari Minggu. Ketemuannya di gereja Sungai Yordan, Wisma Adhi Nugraha, Bank Dewa Rutji (Jakarta).” Saya bilang, “OK.” Lalu dibawalah saya ke gereja itu. Itulah kali pertama saya mengikuti ibadah di Gereja Sungai Yordan.
Awalnya saya dibawa menjumpai Bp. Petrus Handoyo (pernah berkotbah di Psalm 21), tetapi karena beliau tidak ada, maka saya dibawa menjumpai Bp. Wiyanto Setiawan (Adik kandung Bp. Petrus Handoyo). Bp. Wiyanto berkata, “OK, ada pekerjaan buatmu. Senin besok datang saja ke kantor.”
Keesokkan harinya, koko mengantar saya pergi ke kantor Bp. Wiyanto ini dan langsung diterima bekerja disana. Tapi anehnya, setelah seharian di kantor itu dan diterima bekerja, saya tidak diberikan satupun tugas. Dengan kata lain, pekerjaan saya tidak jelas. Saya hanya diminta menemani bos saja, seperti pergi makan, ketemu orang, pergi pelayanan (selain berbisnis, Bp. Wiyanto juga adalah seorang pelayan Tuhan, sekalpun belum menjadi pendeta). Akhirnya 5 hari kemudian saya bertanya kepada Bp. Wiyanto Setiawan, “Maaf Pak, saya ini mau bekerja, bukah hanya menemani Bapak kemana-mana.” Bp. Wiyanto Setiawan menjawab, “OK, mulai Senin saya berikan pekerjaan yang lebih menantang.”
YES : Pekerjaan apa yang diberikan kepada Anda? Waktu itu kan Anda masih sangat muda?
BUDI:
Ya, memang saya masih muda, baru 14 tahun. Tetapi hari Seninnya, saya mulai bekerja sebagai salesman. Saya karyawan termuda di kantor itu. Saya terus bekerja dan bekerja. Sampai suatu saat, saya mulai mendengar tentang Yesus..
YES : Oh ya, bagaimana prosesnya bisa sampai kesana?
BUDI:
Saya sering dipartnerkan dengan adik kandung Bp. Wiyanto Setiawan, saya lupa namanya. Ketika kirim barang ke pelanggan, beliau yang jadi sopirnya dan saya kernet. Dia suka cerita tentang Tuhan Yesus. Dengan kasar saya bilang, “Lu mendingan diam. Kalo lu bukan adik bos, gua hajar lu!” Saya berani berkata begitu karena saya beragama lain dan ilmu saya tinggi. Akhirnya, adik bos itu hanya berkata, “Saya percaya Bud, kamu adalah ‘domba yang terhilang’. Suatu saat kamu akan kembali kepada yang Empunya domba.” Saya tidak menanggapi dengan serius perkataan tersebut. Buat saya yang penting dia diam karena saya sudah muak mendengar tentang kekristenan.
YES: Rupanya pengalaman ini yang memunculkan istilah “domba yang terhilang”. Silahkan teruskan, Pak.
BUDI:
Bos saya, Bp. Wiyanto Setiawan juga sering menceritakan tentang Yesus kepada saya, tetapi saya tidak terima. Karena dia adalah bos saya, maka saya hanya diam saja. Tetapi dalam hati, saya marah padanya. Saya berniat menaklukannya dengan ilmu saya. Suatu ketika, kesempatan itu tiba. Dengan berbekal ilmu okultisme yang banyak dan tinggi, saya berusaha menaklukan bos saya ini. Tetapi anehnya, tidak ada satupun ilmu saya yang mempan terhadapnya. Ketika dia sedang marah pun, tetap ilmu saya tidak tembus terhadapnya. Padahal jika saya gunakan ilmu tersebut kepada orang lain, orang itu bisa mati.
Suatu saat, saya merasa hidup saya kacau sekali. Tidak ada kedamaian dan merasa seorang diri di dunia, pokoknya galau tingkat tinggi deh, istilah bahasa sekarang. Lalu saya mencoba bunuh diri.
YES : Wah, bagaimana kejadiannya?
BUDI :
Ya, tapi inilah peristiwa bermulanya saya bisa menjadi orang yang percaya Tuhan. Saya pinjam motor seorang teman di daerah pejagalan hewan babi, di kapuk, Jakarta. Ditempat itu banyak sekali terdapat container berbagai ukuran. Ketika sebuah truk container berukuran besar melintas, saya kebut dengan motor saya, dengan posisi saling berhadapan dengan truk container itu. Istilahnya “adu kebo”. Tetapi anehnya, ketika sudah dekat dengan truk itu, tiba-tiba motor saya terpental dan tabrakan tidak terjadi. Sepertinya saya dan motor itu “dilempar/dibuang” sesuatu.
Akhirnya, setelah terpental, saya sempat pingsan. Baru sekitar jam 3 subuh, saya siuman. Ketika pingsan, tidak ada satu pun orang yang menolong, karena daerah terjadinya peristiwa aneh ini, adalah daerah yang rawan kejahatan. Tidak ada seorang pun yang berani menolong saya.
Sesaat setelah siuman, tiba-tiba saya teringat dengan perkataan adik bos saya, bahwa saya adalah domba yang terhilang. Keesokan harinya saya menelepon bos saya. Saya menceritakan seluruh kegalauan hati saya dan menceritakan percobaan bunuh diri yang baru saya lakukan semalam. Selanjutnya saya bilang, “Pak, jika memang Tuhannya bapak bisa memberikan saya kedamaian, saya mau mencoba untuk menerima Dia.” Sebelum memberikan jawaban, bos meminta saya untuk datang ke rumahnya di daerah Tangerang.
Ketika tiba di rumahnya, bos bertanya, “Apa benar kamu mau menerima Yesus sebagai Tuhan?” Saya bilang, “Saya mau coba.” Lalu bos berkata, “OK.” Lalu Bp. Wiyanto mendoakan dan menuntun saya menerima Tuhan Yesus. Saya menangis. Seketika itu juga, saya merasakan damai sejahtra dan sukacita yang luar biasa mengalir dalam hati saya.
YES : Setelah didoakan dan merasakan damai Tuhan, selanjutnya apa yang Anda lakukan?
BUDI :
Setelah saya didoakan, Bos mengajak saya untuk mengikuti SHDR (Seminar Hidup Baru dalam Roh/Semacam Kingdom Gathering), yang diadakan di kantor Gereja Sungai Yordan Jakarta, di Roxy Mas. Biayanya Rp. 25.000 per orang. Saya bilang, “Tapi pak, Saya gak punya uang.” “Gak apa, saya yang bayarin,” Kata Bp. Wiyanto. Kejadian ini terjadi diakhir tahun 1993.
Akhinya, saya pun ikut SHDR setiap Pk. 19.00, selama 4 hari berturut-turut. Saya masih mengenakan pakaian yang biasa saya gunakan beribadah dikepercayaan lama. Jadi setelah pulang kerja, saya mandi di WC bawah gedung kantor gereja dan melepaskan semua atribut pakaian kepercayaan lama, menggantinya dengan pakaian lain yang sengaja saya bawa.
Selama empat malam berturut-turut, saya mengalami jamahan Tuhan yang luar biasa. Keempat malam itu selalu saya isi dengan menangis. Bahkan ketika sesi pencurahan Roh Kudus, saya pun menangis. Padahal saya sudah mencoba menahannya, karena kalau sampai menangis kan malu. Masak preman kog nangis? Tetapi semakin saya tahan, semakin deras air mata dan semakin menjadi-jadi saya menangis.
Setelah selesai semuanya, saya kembali merasakan kedamaian, seperti yang pernah saya rasakan ketika menerima Tuhan Yesus, damai yang sungguh indah. Segala sesuatu yang tidak Tuhan kenan, saya tinggalkan, termasuk ke 75 ilmu yang saya kuasai itu; saya buang semuanya pada waktu sesi pertobatan. Seorang hamba Tuhan yang bertugas bilang bahwa harus ada banyak konselor yang menjaga saya, waspada jika saya bermanifestasi. Tetapi ternyata tidak terjadi apa-apa. Saya percaya, ini bisa terjadi karena saya sudah bertekad bulat untuk melepaskan semua ilmu saya itu.
YES : Wah, suatu pengalaman yang luar biasa.Bagaimana pertumbuhan rohani Anda?
BUDI :
Saya terus bertumbuh dalam Tuhan. Tidak lama kemudian, bos saya, Bp. Wiyanto Setiawan menjadi pendeta dan membuka sebuah gereja, yaitu GBI Narwastu, Jakarta. Saya pun ikut bergabung disana. Saya semakin bertumbuh dan dengan pertolongan Roh Kudus, saya mulai berani menampilkan identitas kekristenan saya, tanpa ada perasaan takut dicap kafir atau pengkhianat, oleh teman-teman saya. Mulai ada perubahan dalam diri saya.
Saya pernah diancam akan dibunuh oleh guru spritual saya. Tetapi pada saat itu juga dengan berani saya berkata, “Kalau Anda mampu melawan Tuhan saya….silakan saja!” Mengapa saya berani berkata seperti itu? Karena saya tahu bahwa Tuhan Yesus sudah menyelamatkan saya dari percobaan saya untuk bunuh diri. Dan saya percaya Tuhan Yesus juga pasti akan membela saya dari orang-orang yang mau menjahati saya.
Kemudian, saya mengunjungi kembali orang tua saya. Saya sudah lama keluar dari rumah orang tua dan tinggal di kos-kosan. Ketika berjumpa dengan mereka, saya langsung minta ampun kepada mereka atas segala kenakalan dan kesalahan yang pernah saya buat dulu.
YES : Bagaimana reaksi orang tua?
BUDI :
Orang tua melihat perubahan saya yang radikal dan mereka sangat senang. Disamping itu, saya mulai rajin mengikuti kegiatan-kegiatan gereja, selain Ibadah Raya, seperti persekutuan doa dan komunitas sel. Saya mulai berani mengajak papa ke gereja. Padahal papa terkenal galak. Jika papa sudah marah, maka segala barang yang ada didekatnya, bisa dijadikan alat untuk memukul, seperti kayu, batu, bahkan pisau.
Sekalipun papa pemarah, tetapi Roh Kudus selalu mendesak saya untuk bersaksi dan memberitakan Injil kepadanya. Saya selalu minta dukungan doa dari teman-teman sekomsel untuk papa saya. Suatu hari, saya memberanikan diri mengajaknya ke gereja. Papa cuma bilang, “Ngapain, papa sudah tua, lu aja.” Walaupun ditolak, tetapi sejak itu saya mulai terus membangun komunikasi dengan papa. Saya mencoba menyenangkan hatinya.
Papa adalah seorang pemain harmonika dan gitar yang handal. Saya bisa memainkan gitar juga. Setiap malam, saya mengajaknya bermain musik bersama, saya main gitar, papa main harmonika. Kami memainkan lagu-lagu kesukaan papa. Dorongan Roh Kudus untuk mengajaknya ke gereja semakin kuat. Suatu ketika, saya bilang, “Pa, besok ikut ke gereja yok. Papa nyanyi saja ikutin teks lagu di OHP, gak usah tepuk tangan juga gak apa.” Terus papa tanya, “Boleh ngerokok gak di dalam?” Saya bilang, “kalo mau ngerokok, ya diluar pa. Ntar ganggu orang-orang yang di dalam, kan gak enak.” Papa bilang, “Ya sudah, lihat besok deh.” Puji Tuhan, ternyata besoknya papa mau ikut beribadah di gereja.
YES : Selanjutnya apa yang terjadi? Reaksi papa?
BUDI :
Begitu ikut beribadah, Papa langsung merasakan jamahan Tuhan, meskipun dia tidak bermanifetasi. Kami pulang dengan suka cita dan yang lebih luar biasa, papa langsung menceritakan pengalamannya dan mengajak mama ke gereja. Mama sempat marah. Dia bilang, “Lu sudah tua gak tahu diri ya. Kalo lu mati, siapa yang akan mendoakan lu. Habis itu, nanti kita kena tulah lagi.” Tapi papa bilang, “Sudah, ikut Tuhan Yesus saja, enak, gak usah pusing-pusing.”
Perlu diketahui, setelah bertobat dan terima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat hidup saya, setiap pagi sebelum saya pergi bekerja, saya selalu main gitar, menyembah dan memuji Tuhan di kamar mama. Dan setiap pagi mama juga sembahyang agama yang dianutnya, dengan kata lain saya berdoa kepada Tuhan Yesus, mama juga berdoa ke tuhannya diwaktu yang bersamaan. Dan suatu saat terjadi keajaiban. Mama saya tidak berdoa lagi, melainkan hanya mendengarkan saya memuji dan menyembah Tuhan. Terus mama bilang ke saya, “A ui (nama panggilan mama buat saya), mama dengar A ui nyanyi enak yah, sampai-sampai mama gak bisa sembahyang. Nah….dari situ saya tahu, kalau Roh Kudus sudah mulai menjamah mama saya.
Akhirnya, Puji Tuhan, selang beberapa waktu, mama juga mau bertobat dan percaya kepada Tuhan Yesus. Ketika ke gereja, untuk pertama kalinya saya melihat papa dan mama berjalan bersama, sambil bergandengan tangan. Selama ini mereka tidak pernah berjalan bersama. Kalau papa di depan, mama baru menyusul 100 m dibelakang, tapi sekarang bisa bergandengan tangan. Sungguh sebuah pemandangan yang paling indah, yang pernah saya lihat. Setelah papa percaya Tuhan Yesus, papa pulang ke rumah Bapa di Sorga, tahun 1994. Sepuluh tahun kemudian (th. 2004), mama juga menyusul papa pulang ke rumah Bapa di Sorga.
YES : Ternyata pertobatan Anda sangat berdampak bagi Anda dan orangtua. Bagaimana dengan anggota keluarga yang lain?
BUDI :
Setelah orangtua percaya Yesus, mulai menyusul saudara-saudara yang lain, baik yang lebih tua maupun yang lebih muda, bertobat dan percaya Yesus. Saya masih terus mengalami perubahan. Kasih karunia Tuhan terus bekerja dalam diri saya, sekaliun masih ada proses yang harus saya hadapi.
YES : Proses apa yang dimaksud?
BUDI :
Suatu saat, saya mengundurkan diri dari perusahaan Bp. Wiyanto dan mencoba melamar disebuah perusahaan asing (Swiss), yang berlokasi di Jakarta, yang bergerak di asuransi. Karyawan yang dibutuhkan minimal tamatan D3, sedangkan saya tidak lulus SMP. Saya tetap memberanikan diri melamar di perusahaan itu.
Saya sempat bertanya kepada Bp. Wiyanto, mantan bos saya, “Om (waktu itu, saya sudah memanggilnya om) saya mau coba melamar di perusahaan ini.” Pak Wiyanto bilang, “Bud, kamu sadar sedikitlah. Yang mereka butuhkan kan, minimal tamatan D3, kamu SMP saja gak lulus.” Tetapi saya tetap coba melamar.
Tentu saja, lamaran saya di perusahaan asing itu langsung ditolak, karena jelas saya tidak memenuhi persyaratan. Waktu itu saya melamar untuk bagian marketing. Tetapi puji Tuhan, karena saya bilang punya pengalaman di marketing (sebagai salesman di perusahaan Bp. Wiyanto), kepala bagian marketing perusahaan itu, masih memberikan saya kesempatan mencoba, walaupun nampaknya mustahil.
Semua calon karyawan ditraining selama satu bulan, diberikan gaji dan uang saku. Sedangkan saya hanya dijelaskan tentang produk asuransi yang dijual, selama 2 jam saja dan tidak menerima sepeser pun. Saya langsung diminta untuk menawarkan produk asuransi. Jika sampai sore saya bisa mendapat satu orang saja nasabah, saya akan diterima. Puji Tuhan, oleh pertolongan Roh kudus saya bisa mendapatkan 3 nasabah sekaligus dalam tempo hanya beberapa jam saja. Saya membawa 3 polis ke kantor sore itu juga. Saya pun langsung diterima. Luar biasa, tanpa pertolongan Roh Kudus, rasanya ini mustahil terjadi.
YES : Tidak memenuhi persyaratan, tapi bisa diterima bekerja. Pertolongan Tuhan sungguh luar biasa. Kelanjutannya bagaimana?
BUDI :
Kemudian setelah bekerja, saya ditantang oleh supervisor saya. Dia bilang, “Budi, kalo dalam sebulan, kamu bisa dapatkan polis mencapai Rp. 50 juta, saya angkat kaki dari perusahaan ini dan kamu yang akan gantikan saya jadi supervisor.” Saya jawab, “Boleh pak, tapi sebelumnya kita buat perjanjian resmi dulu, hitam di atas putih.” Supervisor saya setuju.
Puji Tuhan, dalam tempo hanya belasan hari saja, saya berhasil mendapatkan polis dengan nilai di atas Rp. 50 juta dan sesuai kesepakatan, supervisor saya mengundurkan diri dan saya yang menggantikannya. Setelah itu, saya ditantang lagi oleh Branch Manager saya. Dia bilang, “Bud, kalau memang kamu hebat, dalam 1 bulan bisa mendapat polis minimal Rp. 150 juta, maka saya yang akan angkat kaki dari sini dan kamu gantikan posisi saya.” Lalu saya bilang, “OK boleh pak! Mari kita buat perjanjian, hitam di atas putih.” Puji Tuhan, setelah satu bulan, saya menembus lebih dari Rp. 150 juta dan akhirnya saya diangkat menjadi Branch Manager.
Setelah menjadi Branch Manager, saya mulai mencari karyawan-karyawan yang bisa bekerja membantu saya. Saya dapatkan sekitar 80-an karyawan. Saya berhasil, dan uang yang saya dapatkan berlimpah. Suatu saat, dalam keadaan ekonomi yang sudah cukup, tiba-tiba timbul suatu perasaan yang janggal dalam hati saya.
YES : Perasaan jangal yang bagaimana, pak?
BUDI :
Saya memiliki kekayaan berlimpah, tetapi kenapa saya merasa lebih miskin dari pengemis? Saya tidak tahu mengapa perasaan ini bisa muncul. Saya menceritakan perasaan ini kepada mama. Beliau sarankan agar saya berdoa dan menanyakan hal itu kepada Tuhan Yesus. Lalu saya berdoa dan memohon petunjuk-Nya, untuk menyingkapkan perasaan yang janggal tersebut. Kemudian peristiwa itu terjadi. Saya yakin inilah penyebabnya.
Suatu ketika, entah bagaimana salah satu karyawati minta ijin sama saya untuk pergi menemui seorang calon nasabah di daerah Permata Hijau. Setelah saya ijinkan, karyawati itu segera berangkat, tapi entah kenapa saya mengikutinya dari belakang tanpa sepengetahuannya. Ternyata karyawati ini masuk ke sebuah hotel. Saya sedikit curiga, mau ketemu calon nasabah, tapi kok di hotel? Sekembalinya karyawati itu ke kantor, saya memanggilnya dan bertanya perihal pertemuannya dengan calon nasabah di hotel. Setelah saya menginterogasinya, saya mendapat pengakuan yang mengejutkan bahwa selain menjual asuransi, ia juga (maaf – red) menjual dirinya. Dan yang lebih mengejutkan saya lagi, dia bilang bahwa banyak karyawati lain yang juga berbuat demikian.
Rupanya hal inilah yang menyebabkan saya merasa lebih miskin dari pengemis, sekalipun punya banyak uang. Sekalipun bukan saya yang berbuat, tetapi kan saya mendapatkan keuntungan karena karyawati-karyawati saya yang bekerja seperti itu. Saya merasa tidak sejahtera. Akhirnya saya mengundurkan diri dari perusahaan tersebut.
Direktur saya masih mau mempertahankan saya, karena hasil kerja saya selama ini sangat bagus dan selalu melebihi target. Bahkan saya diberikan cuti setahun supaya saya tidak mengundurkan diri dari perusahaan. Saya berpikir mana mungkin ada perusahaan yang memberikan cuti setahun? Sebelum saya memutuskan, saya share dengan Bp. Wiyanto Setiawan. Beliau bilang, “Kalau itu sudah menjadi tekad kamu, ya lakukanlah.” Akhirnya saya putuskan untuk mengundurkan diri, karena tidak sejahtera dengan cara kerja seperti itu.
Hasil keuntungan saya selama bekerja di perusahaan tersebut, saya berikan kepada seorang kawan. Jika dilihat dari luar, orang tersebut kaya. Tapi karena saya mau taat pada Roh Kudus, maka saya berian uang keuntungan saya tersebut kepadanya. Ketika saya memberikan uang itu, kawan saya ini tiba-tiba tersungkur di depan saya dan berterima kasih. Rupanya, walaupun dia terlihat kaya, tetapi dia sedang dalam masalah besar dan membutuhkan uang dalam jumlah banyak untuk menyelesaikan masalahnya. Saya terkejut! Rupanya jika kita menuruti Roh Kudus, maka akan sangat luar biasa dan dapat memberikan dampak positif bagi orang lain.
YES : Setelah mengundurkan diri, apa pekerjaan Anda selanjutnya?
BUDI :
Akhirnya, setelah mengundurkan diri, saya menjadi fulltimer di GBI Narwastu Jakarta, Waktu itu, saya belum berkeluarga. Saya tinggal di gereja, selain mencuci pakaian sendiri, saya juga cuci WC dan melakukan semuanya sendiri. Sebagai fulltimer, saya melayani apa saja yang bisa dikerjakan.
Selain saya, terdapat juga beberapa fulltimer lain dan semuanya pintar. Mereka masih kuliah, dibiayai gereja. Hanya saya yang cuma sampai kelas 2 SMP. Karena masih kuliah, jadi mereka mempunyai alasan untuk tidak punya waktu mengerjakan pekerjaan seperti kebersihan dan cuci WC. Jadi, tugas piket, kebanyakan saya yang dapat. Tapi semuanya saya lakukan dengan sukacita. Saya hanya tahu bahwa saya harus TTS (Tunduk, Taat, Setia). Dari seorang manager dan memiliki banyak uang, sampai saya harus menjadi seperti pembantu. Justru dalam keadaan itu, saya dilatih untuk menjadi seorang hamba dan Tuhan mulai mengangkat dan mempercayai saya dalam beberapa pelayanan. Sebenarnya bisa saja saya membawa pakaian saya ke rumah orang tua dan minta adik-adik mencucikannya. Tetapi tidak, saya putuskan untuk melakukannya sendiri.
YES : Sebagai fulltimer, Anda juga mulai terjun dalam pelayanan?
BUDI :
Ya, tapi bertahap. Tuhan terus mengangkat saya. Saya mulai melayani sebagai tim kebersihan (membereskan dan merapikan ruang ibadah). Lalu saya mulai dipercaya untuk pegang overhead proyektor. Tidak lama kemudian, saya dipercaya sebagai singer. Pada saat menjadi singer, pernah ada satu kejadian dalam sebuah acara yang cukup besar. Saya sudah ikut latihan selama 3 bulan bersama teman-teman, namun pada hari H, tiba-tiba koordinator mendatangi saya dan berkata, “Bud, mike-nya gak cukup, jadi kamu gak singer ya...”
Sebenarnya hal itu tidak menjadi masalah bagi saya, tapi yang menjadi masalahnya, saya menemukan adanya seorang kawan yang tidak ikut latihan, tapi bisa langsung melayani sebagai singer di acara besar itu. Ketika itu, saya sempat menangis dihadapan Tuhan. Dan Tuhan sangat baik. Dia menghibur saya dan memberikan sebuah penglihatan. Dalam penglihatan itu, saya melihat bahwa ternyata akhirnya saya yang naik menjadi worship leader dalam acara itu. Dan apa yang saya lihat, menjadi kenyataan.
Sejak itu, pelayanan saya semakin meningkat. Mulai menjadi Pemimpin Komsel (PKS), terlibat dalam pelayanan pemuda, bahkan sampai pelayanan dikaum wanita. Tidak lama kemudian, saya permisi kepada Pdt. Wiyanto untuk mengundurkan diri sebagai fulltimer dan kembali berbisnis, karena orang tua dan keluarga saya, masih membutuhkan dukungan dari saya. Tetapi saya tetap mau melayani. Dan beliau mengijinkan saya.
YES : Suatu proses yang bagus sekali. Setelah tidak menjadi fulltimer, pekerjaan apa yang Anda geluti?
BUDI :
Setelah tidak lagi fultimer, saya kembali tinggal di rumah orang tua. Saya mulai bekerja. Pekerjaan apapun yang saya peroleh, saya lakoni. Akhirnya saya menekuni kembali pekerjaan sebagai sales dan karena kasih karunia Tuhan, dalam waktu yang singkat, Tuhan membuat saya berhasil. Tahun 1999, saya sudah bisa membeli sebuah rumah di Jakarta.
Ketika saya mulai berhasil dalam bisnis, tiba-tiba ada seorang pelayan Tuhan yang memfitnah saya. Katanya, saya bisa berhasil dalam waktu singkat itu karena saya menjual narkoba. Saat itu juga Pak Wiyanto Setiawan langsung menemui saya dan bertanya secara langsung, “Bud, apa benar yang digosipkan oleh orang? Saya hanya berkata, “Om kan lebih kenal saya, jadi silakan om tanya sama Tuhan. Apakah benar saya jual narkoba?” Saya melanjutkan, “Kalau om mau tahu saya bisnis apa? Ikutin saja saya setiap hari.” Jadi, akhirnya terbukti bahwa apa yang difitnahkan orang-orang, tidak benar.
YES : Luar biasa! Kalau begitu, apa saja yang Anda jual ketika itu?
BUDI :
Segala sesuatu yang bisa saya jual, seperti Handphone, dll. Saya bekerja seperti ini mulai tahun 1999 sampai sekitar tahun 2001. Saya menganggap bisnis yang saya lakoni ini, sedikit “kotor”, mengapa? Karena Handphone yang saya jual adalah hasil sitaan bea cukai. Saya membeli dari pihak bea cukai sekitar 1000 atau 2000 unit sekali beli lalu saya jual kembali kepada para pengusaha handphone, lalu saya langsung dapat komisi dari Rp. 200 ribu – Rp. 500 ribu/buah, tergantung jenis Handphone-nya. Tapi saya merasa kurang sejahtera dalam bisnis ini, sekalipun sangat menjanjikan. Akhirnya saya bertobat dan meninggalkan bisnis tersebut dan memulai lagi bisnis yang lain.
YES : Bisnis apa lagi yang Anda jalankan?
BUDI :
Setelah meninggalkan bisnis Handphone, saya memulai bisnis kayu. Sedang bagus-bagusnya bisnis kayu yang saya jalankan, saya ditipu dan akhirnya bangkrut. Saya mencoba lagi bisnis lain dan kembali terulang hal yang sama. Ketika mencapai puncaknya, saya ditipu lagi. Saya tidak menyebutkan ini bisnis apa, tetapi ini halal dan legal.
Selama berbisnis, sudah 4 kali saya ditipu oleh orang-orang dekat saya dan 4 kali saya jatuh-bangun (bangkrut). Saya lalai, tidak waspada karena terlalu percaya kepada mereka. Namun, puji Tuhan, sekalipun 4 kali mengalami penipuan dan 4 kali bangkrut, tapi berkali-kali juga Tuhan membangkitkan saya kembali.
YES : Anda bilang kejatuhan bisnis Anda yang terakhir terjadi di Kalbar. Bisa Anda ceritakan mengapa bisa kembali ke Kalbar?
BUDI :
Ceritanya begini, Sebenarnya itu adalah sebuah proses buat saya, supaya saya lebih dewasa dan memiliki mental sukses. Ketika saya mengalami kejatuhan yang keempat, bukan hanya bisnis saya saja yang jatuh, tetapi juga semangat saya. Saya sangat down sekali. Waktu itu saya sudah menikah. Saya ingat, ketika hendak berangkat dengan mobil bersama istri untuk pergi nonton di Puri Indah Mal, tepatnya di lampu merah Cengkareng, saya menangis.
Tetapi puji Tuhan, Tuhan ingatkan kembali lagu-lagu rohani yang pernah saya nyanyikan. Salah satunya adalah lagu “Sungai Kehidupan” (lagu ciptaan Pdt. Dr. Jimmy Oentoro). Melalui lagu itu, Tuhan berkata kepada saya, “Budi…Aku yang akan berperang bagimu dan Aku yang akan mengalahkan musuh-musuhmu, Dan Aku akan menjadikan engkau seperti aliran sungai kehidupan yang menumbuhkan bermacam buah-buah disepanjang aliran sungai itu. Dimanapun kamu berada, akan menjadi berkat bagi banyak orang.” Lho, padahal kondisi saya saat itu sedang jatuh. Kog Tuhan bisa berbicara seperti itu?
Setelah itu, saya langsung menyampaikan apa yang saya dapat dari Tuhan, kepada istri dan dia mengaminkanya. Lalu Tuhan menaruh kerinduan dalam hati saya untuk kembali ke Kalimantan Barat. Saya sempat bingung, “Untuk apa ke Kalimantan? Mau ngapain saya disana? Mau bisnis apa? Sedangkan di Jakarta masih bisa melakukan berbagai bisnis? Kalau ke Kalimantan Barat, saya sudah sering bolak-balik pulang hari. Ketika pingin makan bakmie kepiting, saya dan istri biasanya berangkat ke Pontianak. Setelah makan bakmie, jika tidak ada urusan atau kepentingan lain, ya langsung balik ke Jakarta lagi. Tetapi karena saya mau tunduk, taat dan setia, maka saya mengikuti hati saya. Akhirnya saya kembali ke Pontianak, sekitar tahun 2011 lalu.
YES:Bisnis apa yang Anda jalankan di Pontianak?
BUDI :
Di Pontianak, saya melihat ada satu peluang bisnis yang bisa dijalankan, yaitu bisnis besi bekas. Ada keponakan saya yang menjalankan bisnis penjualan kaleng dan segala barang rongsokan, tetapi akhirnya saya tergerak menekuni bisnis besi. Saya bilang sama keponakan kalau saya mau bisnis besi. Keponakkan saya bilang, “Ngapain bisnis besi? Modalnya besar, tapi untungnya sedikit.” Saya jawab, “Gak apa-apa, saya mau coba.” Saya percaya bisnis ini bukan saya yang mau, tapi Tuhan yang tunjukkan.
Saya menjalankan bisnis besi, kerjasama dengan beberapa orang dan modal 100% dari saya. Istri juga mendukung saya menekuni bisnis besi. Saya menjual mobil Avanza saya untuk dijadikan modal awal, untuk membeli besi bekas sebanyak 2 truk, dari Ketapang. Berbekal hal inilah saya memulai bisnis besi. Tempat yang sekarang saya gunakan sebagai kantor dan gudang penampungan, adalah hasil dari sebuah penglihatan. Dalam doa, saya melihat posisi kantor saya melewati 2 jembatan (sekitar daerah Pontianak Timur). Dan benar saja, saya mendapatkan tempat disana, sesuai dengan posisi yang saya lihat dalam penglihatan itu.
Posisi saya waktu itu, baru merintis bisnis, jadi belum memiliki banyak uang. Saya tidak menggunakan fasilitas saya dari Jakarta. Bisa saja saya menjual rumah dan apartemen di Jakarta, tetapi tidak saya lakukan, hanya sebuah mobil Avanza tadi, untuk modal. Oleh karena itu, saya sering dijuluki “orang gila yang nekat”. Tinggalkan segalanya di Jakarta dan datang ke Pontianak, mulai lagi dari awal.
YES : Anda beranggapan, kejatuhan yang sempat Anda alami ini, adalah sebuah proses. Bisa diceritakan kejadiaannya?
Kejadiannya begini. Sampai sekarang, sudah sekitar 2 tahun saya menetap di Pontianak (sejak th. 2011). Setelah bisnis besi berjalan sekitar 9 bulan, kejatuhan yang diijinkan untuk memproses saya ini, terjadi. Kejadiannya sekitar bulan Agustus 2013 lalu. Sampai saya harus membagi rata semua penghasilan, padahal modal 100% dari saya. Setelah proses itu, uang yang ada pada saya tinggal sekitar Rp. 300-an juta. Saya masih harus melunasi mesin yang sudah saya pesan dari luar kota dan masih dalam pengiriman, yaitu sebesar Rp. 150 juta. Jadi sisa uang tinggal Rp. 150-an juta lagi. Saya bingung, uang tinggal segitu, bagaimana bisa menjalankan usaha ini? Belum lagi harus membayar gaji dan THR karyawan.
Saya bertekad untuk tidak akan PHK karyawan dan akan membayar gaji dan THR mereka. Bahkan ada karyawan yang bilang mau cari pekerjaan lain, tapi saya bilang, “Gak perlu, saya masih sanggup menggaji kalian.” Ada juga yang bilang kalau mereka gak di kasih THR juga gak apa, karena mereka tahu kalau saya mengalami masa sulit. Saya hanya jawab, “Nanti, saya berdoa dulu.” Entah bagaimana, ketika pulang, istri saya bisa berkata, “Papi harus kasih karyawan THR.” Saya bilang, “Ok.”
Jelang 5 hari sebelum hari raya Idul Fitri, Tuhan membuat mujizat yang luar biasa. Saya percaya bahwa Tuhan yang mengirim orang ini. Dia minta saya mengambil barangnya, yaitu stainless yang bagus dengan harga yang sangat murah. Dia menyuruh saya untuk ambil dulu barang ini, setelah saya laku menjualnya, baru bayar dia. Puji Tuhan, saya bisa menjualnya dengan cepat, karena stainless-nya bagus-bagus. Lalu saya membayar orang ini dan dia memberikan saya komisi lagi. Lalu ongkos sewa mobil untuk mengambil stainless ini empat kali pp, dia yang bayarkan juga. Padahal kami tidak saling kenal dan transaksi hanya dilakukan by phone saja. Luar biasa pertolongan Tuhan.
Inilah berkat bagi mereka yang tetap setia, sekalipun harus menjalani proses. Kasih karunia Tuhan melimpah ruah atasku. Saya gak punya uang cukup, tapi tetap mau bayar gaji dan THR karyawan. Dan akhirnya Tuhan cukupkan semuanya sehingga gaji dan THR karyawan bisa diberikan sebelum lebaran. Dari peristiwa pertolongan Tuhan inilah, saya bangkit kembali. Padahal sejak proses kejatuhan saya pada bulan Agustus tersebut, selama satu bulan tidak ada besi bekas yang saya beli. Tapi sejak kejadian pertolongan Tuhan itu, saya bangkit kembali menjalankan bisnis besi sendirian dan Tuhan lipat gandakan. Haleluyah. Saya percaya, mujizat pertolongan Tuhan akan saya alami lagi yang lebih dahsyat dimasa mendatang.
YES: Terlepas dari pengalaman Anda di atas, bisa Anda ceritakan bagaimana bisa berjumpa dengan Intan (mantan pacar) dan akhirnya menikah?
BUDI:
Pertamakali saya berjumpa dengan calon istri, ketika saya masih bekerja sebagai fulltimer di GBI Narwastu, Jakarta. Calon istri adalah anggota komsel dan saya PKS-nya, sekaligus juga singer saya. Salah satu hobi istri saya adalah olahraga. Melalui hal inilah saya pendekatan dengannya dan ternyata saya menyukainya. Saya langsung “menembaknya”. Dia bilang, “Pikir-pikir dulu.” Lalu saya jawab, “Kalo gitu ya gak usah aja deh.” Tapi akhirnya kami tetap berpacaran dengan pengawasan dari gembala kami.
Suatu saat, saya main dan menemui orang tuanya. Mamanya bertanya, “Budi kerja apa?” Saya bilang, “Kerja di gereja.” Lanjut mamanya, ”Gajinya berapa?” “Seratus lima belas ribu.” Kilahku. Dengan terkejut, mamanya berkata, “Hah! Mau dikasih makan apa si Intan?” Saya tidak berani menjawab pertanyaan tersebut.
Tidak lama kemudian, seperti cerita saya di atas, saya kembali bekerja secara sekuler, yaitu dibidang penjualan (sales) dan memiliki penghasilan yang cukup. Akhirnya, saya dan Intan, menikah pada 6 Maret 2005. Ketika itu, saya berusia 28 tahun, dengan pekerjaan bagus dan memiliki penghasilan cukup. Sampai 6 Maret 2014 (tahun depan), berarti saya sudah menikah selama 9 tahun. Sampai sekarang, Tuhan belum mengaruniakan kami seorang anak. Tapi saya beriman dan percaya, semua akan indah pada waktu-Nya.
Dari pengalaman saya, sejak belum percaya Tuhan, bekerja, lalu menjadi percaya, menekuni asuransi, mulai melayani, menjadi fulltimer dan akhirnya kembali berbisnis lagi, sampai kembali ke Pontianak, semuanya itu bukanlah sebuah kebetulan belaka, tetapi sudah Tuhan rencanakan. Saya dilahirkan di Pontianak, besar di Jakarta, kembali lagi ke Pontianak. Lalu bertobat di SUNGAI YORDAN jakarta, bertumbuh di GBI NARWASTU, akhirnya kembali lagi ke SUNGAI YORDAN Pontianak, bukan suatu kebetulan bukan?
YES:Tolong bagikan kiat-kiat untuk bisa menjadi sukses bagi dalam kerohanian, maupun dalam pekerjaan.
BUDI:
Dalam bisnis: Apapun yang kita lakukan, khususnya dalam bisnis, lakukanlah seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia (Kolose 3:23). Jadi kalau kita melakukan bisnis seperti untuk Tuhan, bagaimana mungkin kita berani berlaku curang?
Dalam rumah tangga: Puji Tuhan, sampai saat ini, kami sudah berumah tangga sampai menjelang 9 tahun. Sekalipun banyak sekali godaan dari luar yang bisa menghancurkan hidup pernikahan kami, tapi kami masih bisa bertahan. Kenapa? Karena kami hidup dalam lingkungan orang percaya. Kami dimentoring oleh Pdt. Wiyanto Setiawan di Jakarta dan sekarang di Pontianak, oleh Pdt. Markus Tonny Hidayat.
Dalam Pelayanan: Kunci sukses saya dalam melayani hanya satu, TTS (Tunduk, Taat dan Setia). Ikuti saja apa yang Tuhan katakan melalui gembala kita. Saat ini, saya dan istri sudah dipercayakan sebagai singer di ibadah Raya Umum, WL di Winner Felowship dan PKS dari sebuah komsel di wilayah selatan, di sebuah ruko Jl. A.Yani 2 Pontianak.
YES: Apa ayat emas yang Anda pegang selama ini?
BUDI:
Ada 2 Ayat emas yang selama ini menjadi pegangan hidup saya, yaitu:
Yakobus 1:6 – “Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin.”
Pengkhotbah 3:11 – “Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.”
Kedua ayat ini saya pegang dan inilah yang mengajarkan saya untuk memiliki ketetapan hati dan tidak bimbang. Saya percaya, bagi orang yang tidak bimbang hati, maka Tuhan akan membuat segala sesuatu menjadi indah pada waktunya.
Demikianlah wawancara kami yang saya tuangkan dalam Exclusive Interview, kali ini. Saya yakin, para pembaca dikuatkan dan dimotivasi kembali oleh Tuhan, melalui artikel ini. Saat ini Pst. Budi Santoso Jioe, berjemaat dan melayani di Gereja Psalm 21, Pontianak, sebagai Worship Leader, Singer dan Pemimpin Kelompok Sel (PKS). Tuhan memberkati.