Judul di atas menjelaskan sebuah kesuksesan yang sangat diidamkan banyak orang. Tetapi sayangnya banyak orang tidak mengerti akan hal ini, sehingga ketika mengalami peningkatan kehidupan, menganggap hiupnya sudah sukses, padahal belum seutuhnya.
Sukses bisa dengan mudah dicapai banyak orang. Asalkan kerja keras dan disiplin, bisa sukses. Tetapi sukses seutuhnya tidak mudah dicapai.Sukses seutuhnya berarti sukses di segala bidang kehidupan. Banyak orang sukses dalam usaha, tetapi tidak memiliki keluarga yang harmonis, atau sukses punya banyak uang, tetapi tidak ada kedamaian, menjadi DPO dan diburon pihak berwajib. Apakah ini disebut sukses seutuhnya?
Sahabat, pada kesempatan ini, saya menyajikan petikan exclusice interview dengan seseorang yang sudah mengalami kesuksesan. Tetapi ketika mengalami hal ini, Aman(41), demikian saya menyapanya, merasa belum mengalami sukses seutuhya. Tetapi ketika mengalami suatu pengalaman rohani yang memulihkannya, suami dari Nely Agustina(33), mendapat sebuah terobosan, yang membuatnya mengalami sukses seutuhnya.
Pak Aman adalah abang dari Ayub Haryanto (Exclusive Interview edisi.....) dan Herpiyanto (Exclusive Interview edisi Natal 2012). Ayah dari 4 putri, Elin (Alm/3 thn), Meisa Ariani (10 th), Riska (9 th), Alika (1 th), menuturkan pengalaman hidupnya yang mengesankan dan sangat memberkati. Anda rindu mengalami sukses seutuhnya? Selamat menyimak wawancara ini.
Yakobus Edy Susanto (YES):
Bisa Anda ceritakan, bagaimana latar belakang kehidupan Bapak sebelumnya?
Aman:
Saya anak kedua dari empat bersaudara, yang pertama wanita, kedua saya, yang ketiga adalah Ayub Haryanto dan yang terakhir seorang wanita lagi. Kami sekeluarga tinggal di daerah Kubu. Nama kampung kelahiran kami adalah Olak-Olak Kubu. Keluarga kami, sebagaimana kehidupan di kampung, sangat sederhana.
YES:Bagaimana kehidupan keluarga Bapak waktu itu?
Aman:
Kehidupan keluarga kami kurang harmonis. Orang tua saya selalu cekcok hampir setiap hari. Waktu itu, papa saya menikah lagi ketika kami masih kecil. Saya baru berusia 10 tahun. Papa saya memiliki tiga istri. Adik saya, Herpiyanto, yang juga pernah ditulis kesaksiannya di majalah ini, berasal dari mama ketiga.
Wanita mana yang ingin di madu? Tentu tidak ada. Ketika papa menikah lagi, mama kandung saya sangat kecewa. Karena sakit hati, mama kandung saya meninggalkan kami semua dan merantau ke Jakarta. Cukup lama mama tinggal di Jakarta.
YES:Setelah ditinggal pergi mama, bagaimana kelanjutannya?
Aman :
Setelah ditinggal mama, saya dan kakak tinggal dengan nenek, di kampung Sungai Palas (sekitar 1 jam dari kampung Olak-Olak), sedangkan Ayub dan adik yang paling kecil, ikut papa dengan istri ketiganya, yaitu mama dari Herpiyanto.
Pada waktu itu, kami bingung, dengan masa depan kami. Yang penting bagi kami adalah bisa melewati hari dan masih bisa bertahan hidup saja. Namun puji Tuhan, saya dan kakak masih bisa bersekolah. Saya masuk SDN sudah terlambat dari segi usia, sekitar 10 atau 11 tahun.
Saya bersekolah sambil bekerja, untuk membiayai sekolah. Saya bangun jam 4 subuh, lalu menyadap karet (noreh getah) sampai sekitar jam 7, lalu berangkat sekolah. Setiap hari, ini yang saya kerjakan.
Ketika kakak saya lulus SD, dia langsung ikut bibi tinggal di Pontianak, kemudian menikah. Saya masih ikut nenek, sampai selesai SMP. Selama SMP, saya juga masih terus noreh karet. Saya rajin menabung, karena saya mau melanjutkan sekolah lagi. Untuk melanjutkan sekolah, saya pindah ke Pontianak tinggal dengan kakak saya yang sudah menikah, dan bersekolah di sebuah SMEAN (sekarang SMK Negeri) terkenal di Pontianak. Sebenarnya ketika mendaftar ke sekolah itu, saya tidak diterima, karena saya tamat SMP dengan nilai NEM pas-pasan, tidak memenuhi syarat bersekolah di SMEA Negeri terkenal. Begitu saya ditolak, saya menggunakan cara yang tidak etis, jadi mohon jangan ditiru, yaitu dengan menyogok bagian TU sebesar Rp. 150.000. Tentu dengan cara “sim salabim” ini, saya diterima.
Ketika masuk SMEAN, usia saya sudah cukup tua, dibandingkan dengan siswa lain. Memang saya agak minder, tetapi karena keinginan untuk bersekolah cukup tinggi, jadi saya cuek saja. Untuk formalitas saya mengaku beragama Katolik. Padahal saya belum mengenal agama apapun. Sering kali, ketika pelajaran agama Katolik, saya hanya absen saja, selebihnya kabur (bolos). Saya hanya datang ke Gereja Katedral untuk sekedar mendapat tanda tangan saja.
YES:Bagaimana Bapak bisa mencukupi biaya sekolah Bapak?
Aman :
Saya masih tetap bekerja sepulang sekolah. Pekerjaan apapun saya lakukan supaya dapat uang. Saya pernah bekerja mencuci kamar mandi di rumah seorang anggota TNI (Tentara) di Korem. Lalu, setiap hari minggu dan hari libur, saya mendatangi soumil-soumil. Saya menyelam di sampai dasar sungai untuk mencari kayu-kayu yang tenggelam. Jika saya mendapat bagian pinggir, saya mendapat upah Rp. 5000/batang. Jika bagian tengah saya mendapat upah Rp. 10.000/batang. Selain itu, saya sudah bangun jam 4 subuh. Sambil mengengkol sepeda, saya jualan koran.
Sayangnya penghasilan saya belum cukup untuk membiayai sekolah saya. Akhirnya saya datang kepada Ayub, yang ketika itu baru tamat SD. Ayub juga terlambat bersekolah. Saya sangat sedih karena tidak bisa membimbing adik, yang lebih muda dua tahun dari saya. Namun, Ayub memiliki karakter dewasa. Dia justru mengalah pada saya. Dia bilang biarlah saya yang bersekolah dan dia yang mencari uang. Saya memang lebih baik dalam sekolah, sedangkan Ayub lebih baik dalam bekerja.
YES:Apa pekerjaan Ayub waktu itu?
Aman :
Ayub bekerja di toko papa dan di penggilingan padi. Dia kumpulkan uang untuk membantu membiayai saya dan adik perempuan saya bersekolah. Ayub sendiri hanya tamat SD saja. Saya merasa sedih sekali dengan keadaan ini. Saya juga semakin dendam dengan papa. Saya berpikir, karena perbuatan papa-lah, hidup kami jadi berantakan. Semua keluarga terpencar-pencar.
YES:Apakah sejak ke Pontianak, Bapak masih pernah pulang kampung ketemu papa Anda?
Aman :
Ketika kelas 3 SMEAN, saya sempat pulang ke kampung tempat tinggal papa. Dengan beraninya saya menemui papa. Papa sangat pemarah. Ketika saya sampai di rumah, saudara-saudara lain, takut memberitahukan kedatangan saya ke papa. Saya minta pertanggung jawaban papa yang selama ini sudah melalaikan saya dan adik. Saya minta sejumlah uang, diimana uang itu akan saya gunakan untuk menyewa sebuah rumah, supaya tidak lagi membebani kakak. Saya malu, jika harus terus tinggal dengan abang ipar dan kakak saya. Puji Tuhan, akhirnya uang itu saya dapatkan.
Kami menyewa sebuah rumah sederhana di Jl. Veteran. Setelah tinggal sendiri, saya minta mama pulang dari Jakarta dan tinggal dengan saya dan adik. Keadaan kami masih susah. Ketika mama tinggal dengan saya, dia membuka sebuah warung kecil di depan rumah, berjualan es cendol. Saya juga masih berjualan koran dan menyelam mencari kayu di soumil-soumil. Selain itu, Ayub masih terus menbantu kami dengan keuangan seadanya dan makanan.
Tahun 1994, saya tamat dari SMEAN. Saya mulai mencari kerja. Saya mendapat pekerjaan di bagian gudang dari sebuah swalayan yang cukup terkenal di Pontianak. Pekerjaan saya biasanya memikul barang-barang yang berat, seperti gula 50 kg, dll. Lama-kelamaan, saya mulai berpikir. Jika saya masih terus bertahan dengan pekerjaan ini, bagaimana dengan masa depan saya? Sedangkan saya lulusan SMEAN, cukup untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
Sekitar tahun 1995, saya masih sambilan menjual koran. Koran-koran itu saya baca untuk mencari info lowongan pekerjaan setiap hari. Saya menemukan sebuah lowongan dari sebuah perusahaan kayu dan saya coba melamar. Puji Tuhan, saya diterima. Saya akan ditempatkan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dengan jabatan Asisten Kasi Trainning, dengan gaji Rp. 250.000, sebuah angka yang cukup tinggi di kala itu. Sebenarnya saya sedih, karena harus meninggalkan mama dan adik perempuan saya. Namun mereka justru mendukung saya untuk berangkat. Ayub juga mendukung saya.
YES:Bagaimana keadaan Bapak,setelah berada di Banjarmasin?
Aman :
Dengan modal nekat dan uang seadanya, saya berangkat dengan kapal laut. 4 hari perjalanan saya tempuh sampai di Banjarmasin. Waktu itu saya belum bertobat. Saya tahu ada Tuhan, tetapi tidak tau bagaimana caranya berdoa. Tiba di Banjarmasin, saya bingung, karena merasa asing di kota itu. Bahasa daerahnya juga lain. Saya hanya diberikan sebuah alamat kantor perusahaan dimana saya akan bekerja., sebuah perusahaan plywood (kayu). Malam harinya saya tiba.
Singkat cerita, saya tinggal di mess karyawan perusahaan itu. Keesokan harinya, pk. 07.00 pagi, saya sudah mulai bekerja. Setiap menerima gaji, saya selalu sisihkan untuk ditabung. Jika sudah agak banyak, saya mengirimkannya sekaligus ke Pontianak. Kehidupan mama dan adik di Pontianak, mengalami sedikit peningkatan, dimana beban sudah berkurang satu orang, mama masih jualan, dibantu dengan uang yang saya kirim dan bantuan dari Ayub untuk sekolah adik saya. Sampai akhirnya adik perempuan saya juga tamat dari SMEA dan mendapat pekerjaan di biro perjalanan, bagian penjualan tiket pesawat.
Di Banjarmasin, saya bekerja di perusahaan itu selama 3 tahun. Suatu ketika di Banjarmasin, saya mengalami musibah. Saya sudah mengumpulkan uang sekitar 1 juta rupiah, untuk saya kirimkan ke Pontianak, besok. Pagi harinya, saya masih bekerja seperti biasanya. Tiba-tiba saya mendengar berita bahwa mess tempat saya tinggal dilalap si jago merah. Semua habis terbakar, termasuk semua pakaian saya dan uang yang telah saya persiapkan untuk dikirim. Harta saya yang tersisa, hanya pakaian yang saya kenakan saja.
Atas musibah itu, saya memohon bantuan di perusahaan, tetapi tidak ditanggapi. Ketika itu, dari atasan saya sampai bawahan, banyak orang Malaysia dan mereka bekerja dengan disiplin. Tetapi saya tetap tidak mendapat pergantian atas kerugian yang saya alami. Saya sangat kecewa dengan perusahaan ini.
YES:Bagaimana Bapak mengatasi masalah ini?
Aman :
Akhirnya, dengan terpaksa, saya datangi beberapa teman dan minta belas kasihan mereka. Sungguh malu, tetapi itu terpaksa saya lakukan. Puji Tuhan, mereka memberi bantuan sekedarnya.
YES:Bagaimana kelanjutannya, pak?
Aman :
Selanjutnya setelah kejadian itu, saya berhenti bekerja di perusahaan itu. Puji Tuhan, tidak lama kemudian, saya mengenal seorang teman yang mengajak saya bekerja di perusahaan kayu miliknya di camp tengah hutan, di Kalimantan Tengah. Teman itu menempatkan saya sebagai manager di perusahaannya, dengan gaji pokok pada waktu itu, Rp. 500.000, cukup besar. Tentu saya mau.
Saya pun bekerja di sana. Jabatan sudah ada, gaji lumayan besar, memiliki kekuasaan, tapi godaan iblis pun semakin besar. Karena saya belum kenal Tuhan, saya tergoda dan terlibat KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), terutama suap dan korupsi. Saya pun lupa dengan mama dan adik di Pontianak, tidak lagi mengirim uang ke sana.
Hidup saya semakin kacau, Saya terseret dalam dunia malam, perjudian, seks bebas, dan lain sebagainya. Hanya saja saya tidak terlibat narkoba dan minuman keras. Jangankan narkoba, jika saya minum bir setengah gelas saja, saya langsung alergi. Kulit timbul bercak-bercak merah.
YES:Dengan gaji yang lumayan, berarti kehidupan Bapak sudah mulai meningkat?
Aman:
Benar. Selain gaji yang cukup besar, ditambah lagi saya korupsi, membuat saya kegelimpangan uang. Dalam hal keuangan, saya memang sukses, namun tidak seutuhnya. Uang itu, saya hambur-hamburkan di dunia malam, judi dan seks bebas. Akhirnya, masalah mulai timbul. Praktek KKN yang saya lakukan, mulai tercium oleh pihak perusahaan. Saya pun akhirnya dipecat, sekitar tahun 1998/1999.
YES:Setelah dipecat, apa yang Bapa lakukan?
Aman :
Saya pun memulai dari nol lagi, mencari-cari pekerjaan, tapi tidak dapat. Uang memang masih banyak dan saya dianggap sukses. T’api dalam hati, saya berkata, “Sukses apanya? Sukses kok dipecat?” Sebelumnya, saya sudah menikah dengan seorang gadis Dayak, yang sampai sekarang menjadi istri saya. Saya menikah tanpa sepengetahuan orang tua saya. Setahun setelah menikah, saya dan istri pulang ke Pontianak (sekitar tahun 1999/2000).
Begitu sampai di Pontianak, baru saya kenalkan istri saya kepada mama dan adik perempuan saya, lalu juga kamu pulang kampung dan menjumpai papa dan keluarga lainnya. Saya tidak mau tahu apakah orang tua dan keluarga menerima istri saya atau tidak, saya tidak memperdulikannya. Bagi saya waktu itu, yang penting mereka sudah mengenal istri saya, itu sudah cukup. Saya masih menyimpan dendam dengan papa. Waktu itu, pak Ayub dan Herpiyanto masih ikut orang tua. Ketika itu, Herpiyanto masih berusia sekitar 12 tahun.
Waktu itu, saya masih belum bertobat. Tetapi segala kehidupan malam, seks bebas dan judi, sudah saya tinggalkan, karena saya sudah punya istri dan akan punya anak. Jadi saya harus bisa jadi teladan buat mereka.
YES:Setelah itu, apakah Bapak menetap di Pontianak, atau kembali ke Kalteng?
Aman :
Setelah memperkenalkan istri, kami kembali lagi ke Kalteng. Setelah 2 tahun kami menikah, kami dikaruniakan seorang anak perempuan yang kami beri nama Elin. Ketika Elin lahir, kondisinya kurang normal. Dokter memvonis ada klep di jantung (kebocoran di jantung). Setiap bulan, saya membawa bayi putri saya, berobat ke rumah sakit. Penghasilan saya, yang masih tersisa ketika bekerja sebagai manager di perusahaan, banyak terpakai untuk biaya pengobatan putri saya. Setelah beberapa kali berobat di Kalteng, sempat terpikir untuk membawa anak saya, berobat di Pontianak saja.
YES: Lalu, jadi bapak sekeluarga pindah ke Pontianak?
Aman :
Ya, akhirnya, sekitar tahun 2001, dengan sisa uang Rp.60 juta, saya kembali ke Pontianak. Ketika itu, Ayub sudah usaha kayu secara mandiri, tidak lagi membantu papa saya. Lalu Ayub mengajak saya kerjasama di usaha kayu. Bersama dengan Ayub, saya pergi ke Sintang dan Kapuas Hulu untuk mencari kayu. Ayub yang melobi perusahaan-perusahaan kayu dan keuangan, sedangkan saya yang mengawasi pekerjaan di lapangan.
Ketika itu, penghasilan kami cukup meningkat. Namun sayangnya, sekalipun cukup menguntungkan, tapi pekerjaan ini kami lakukan dengan tidak jujur. Karena saya sudah berpengalaman di kayu, maka ketika menemukan kayu yang dimaksud, di sebuah kampung, saya datang mengukurnya. Disinilah letak ketidakjujuran saya. Saya curi kubikasi ukuran kayu. Kayu yang saya ukur 50 cm, saya katakan cuma 30 cm, yang 80 cm, saya katakan cuma 40 cm. Orang kampung yang tidak berpendidikan, percaya saja dengan saya. Dengan cara mencuri kubikasi ukuran kayu, saya bisa membeli kayu yang besar, dengan harga yang sangat murah. Sampai akhirnya kami mendapatkan kayu sebanyak 3000 kubik.
Akhirnya, kayu-kayu tanpa dokumen resmi itu, saya kirim ke Pontianak, melalui sungai. Ketika melewati pos-pos penjagaan, saya menyogok penjaga pos, supaya kayu-kayu ini bisa lewat sampai tiba di Pontianak. Kayu-kayu itu, kami tambat di sebuah soumil. Malam harinya saya mulai kalkulasi.Untungnya besar, sekitar Rp. 800 juta sekitar tahun 2000. Saya menelepon Ayub, bertanya tentang keamanan kayu-kayu ini. Ayub berkata bahwa dia sudah minta bantuan dua penjaga untuk menjaga kayu-kayu itu. Tetapi entah kenapa, saya merasa gelisah dan ragu. Jumlah kayu sebanyak 3000 kubik, rasanya sulit jika hanya dijaga 2 penjaga. Ayub masih menghibur supaya saya tenang saja. Dia bilang hal itu, tidak akan menjadi masalah.
Namun keesokkan harinya, Ayub yang menelepon saya. Dia mengatakan hal yang membuat saya shock berat. Dia bilang, “Ko, kayu kita hilang dicuri. Hanya tinggal beberapa puluh batang saja.” Saya berteriak, “Wow, bagaimana ini?” Akhirnya, kami bertindak. Kami minta bantuan Polisi dan Brimob untuk mencari kayu ini. Memang berhasil ditemukan, tetapi hanya sedikit, sedangkan yang lain entah kemana raibnya.
Kayu-kayu yang tersisa, kami jual ke perusahaan soumil. Karena penjualan kayu yang tersisa, tidak menutupi modal, akhirnya saya menyogok tukang ukur di perusahaan (tukang teli) untuk menaikkan kubikasi kayu kami. Kubakasi kayu pun dinaikkan, tetapi kami tetap tidak mendapat untung. Hanya bisa balik modal saja.
YES:Setelah gagal, usaha apa lagi yang Bapak lakukan?
Aman :
Setelah kejadian itu, sekitar tahun 2002-2003, Ayub mengajak saya untuk menjalankan bisnis kayu Ebony (kayu yang biasanya digunakan untuk memahat patung). Untuk menemukan kayu ini, Ayub harus merantau ke Gorontalo, Sulawesi, bersama lima orang lainnya. Sementara itu, saya menunggu di Pontianak.
Ketika tiba di Gorontalo, Ayub menghadapi masalah serius. Ayub dirampok, ketika hendak mengambil uang modal kami di bank. Ternyata tanpa disadari, Ayub telah diikuti oleh kawanan perampok sejak dari tempat penginapan, sampai ke Bank. Akhirnya, uang ratusan juta rupiah itu pun berpindah tangan dengan paksa.
Ayub pun menelepon saya. Kembali saya shock kedua kalinya mendengar berita ini. Bahkan dia minta dikirimkan uang, supaya bisa kembali ke Pontianak. Akhirnya, saya mengirim uang sebanyak Rp. 3 juta, untuk ongkos pulang Ayub dari Gorontalo ke Pontianak.
Tiba di Pontianak, Ayub menangis di hadapan saya. Dengan perasaan bersalah yang teramat dalam, dia berkata, “Wah ko, kita sudah bangkrut, hancur, uang habis, semua sisa uang yang koko bawa dari Kalteng, habis semua.” Saya hanya bisa menghela napas sambil mengelus dada. Saya katakan, “Sudahlah yub, sudah terjadi, ya mau gimana lagi.”
Sementara itu, anak saya masih sakit, tetapi sudah menunjukkan gejala yang membaik. Saya masih terus membawa anak berobat ke dokter dan sinsang. Dokter berkata, bahwa anak saya harus dioperasi. Tetapi harus diunggu sampai berusia 5 tahun. Ketika itu, usianya masih 2 tahun lebih beberapa bulan.
YES:Setelah kejadian itu, apa yang Bapak lakukan?
Aman :
Saya berkata kepada Ayub, “Yub, sekarang kita gak punya modal lagi. Kita tidak bisa usaha. Kami akan kembali lagi ke kalteng.” Ketika itu, dengan uang yang tersisa tinggal 5 juta di rekening saya, kami sekeluarga kembali lagi ke Kelteng. Saat itu, saya tidak lagi mengetahui kondisi Ayub dan usaha apa yang dia tekuni. Jadi, kami kembali lagi ke Kalteng sekitar tahun 2002-2003. Saya kembali, karena merasa lebih mencari uang di Kalteng.
Tiga bulan kemudian, tiba-tiba penyakit Elin, kambuh hebat. Ketika itu, Elin baru berusia sekitar 3 tahun. Kami segera membawanya ke rumah sakit, namun Elin tidak tertolong lagi, akhirnya meninggal dunia.
Sisa uang yang masih ada, tidak cukup untuk membayar rumah sakit dan untuk menguburkan jenazah anak saya, sehingga saya terpaksa meminjam uang dengan tetangga. Saya justru semakin stress, pekerjaan belum dapat, dan anak saya meninggal dunia.
Dalam keadaan bingung dan stress, saya melakukan hal-hal yang sangat dibenci Tuhan. Saya mulai mengikuti apa kata orang. Perkataan orang-orang itu, justru semakin menjerumuskan saya yang sedang stress, ke dalam dunia okultisme (dunia mistik). Saya pergi ke tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti kuburan orang-orang yang dianggap suci, untuk mencari jimat. Saya mengambil sebuah batu kuburan keramat, untuk jimat. Lalu, saya juga pergi ke tempat lain untuk memasang susuk emas. Susuk itu dipasang di kepala saya.
YES:Bagaimana selanjutnya, setelah Bapak terlibat okultisme?
Aman :
Setelah terlibat okultisme, tentu saya mendapat respon dari kuasa kegelapan. Saya mencoba melamar pekerjaan dan akhirnya saya dapatkan. Sebenarnya saya memang sudah memiliki niat yang tidak baik ketika mulai bekerja ditambah lagi dengan pengaruh kuasa jahat. Akhirnya saya diterima bekerja di 2 perusahaan sekaligus dan langsung diangkat menjadi manager di dua perusahaan kayu sekaligus.
Dasar belum bertobat dan memiliki niat jahat, serta pengaruh dari kuasa kegelapan dan saya kembali melakukan dosa yang dulu pernah saya lakukan, yaitu KKN. Padahal saat itu, tahun 2003, saya sudah digaji cukup besar, yaitu Rp. 1.500.000,-/perusahaan. Jadi karena 2 perusahaan, maka saya menerima Rp. 3 juta/bulan.
Saya terlibat KKN di bidang BBM (Bahan Bakar Minyak). Begitu industri berjalan, saya mencari suplai BBM dari masyarakat. Jika masuk BBM sebanyak 5 ton, tapi saya laporkan dalam perhitungan 10 ton, sehingga perusahaan membayar lebih dan uangnya masuk kantong saya.
Selain itu juga, saya menjual kayu dari rakyat, tentu dengan permainan kubikasi seperti di atas, sehingga saya mendapat keuntungan besar dan rakyat dirugikan. Seringkali saya pergi ke Samarinda, kaltim untuk menjual kayu-kayu itu.
Ketika saya sudah mendapat modal yang cukup banyak dari hasil kejahatan dengan bantuan kuasa gelap, saya mulai menghadapi masalah. Apa yang saya tabur, mulai saya tuai. Kejahatan tidak bisa disembunyikan selamanya, sekali waktu, pasti akan ketahuan. Kedua perusahaan dimana saya bekerja, mengetahui praktek KKN yang saya lakukan. Akibatnya, saya langsung dipecat. Hanya setahun saya bekerja di sana. Apa yang dilakukan dengan kuasa kegelapan, memang tidak akan bisa bertahan lama.
YES:Setelah dipecat, apakah Bapak “bertobat”?
Aman :
Belum, saya masih dalam kegelapan. Bahkan kejahatan yang saya lakukan, semakin menjadi-jadi. Karena uang yang sudah cukup banyak, saya mulai membuka usaha sendiri di tahun 2005. Sayangnya, usaha yang saya lakukan juga usaha gelap. Saya melakukan illegal logging yang cukup besar di Kalteng. Padahal ketika itu pemerintah sedang giat-giatnya memberantas illegal logging dan KKN. Namun saya tidak takut.
Dengan modal yang ada, saya membeli sebidang hutan yang cukup luas dari seorang kepala desa di sebuah pulau. Jadi seluruh hutan di pulau itu, saya beli. Lalu saya mulai merancang sebuah mesin, bekerja sama dengan seorang perancang mesin dari Pontianak. Mesin seharga sekitar Rp. 30 juta ketika itu, digunakan untuk menarik pohon yang telah ditebang. Panjang mesin itu sekitar 15 meter. Dengan mesin ini, saya bisa menarik ribuan kayu dalam waktu singkat, sampai hutan itu gundul.
Selain ilegal logging, saya juga terlibat PETI (Pendulangan Emas Tanpa Ijin). Saya membeli sebuah mesin penyedot emas dari Pontianak. Saya juga mendulang emas di tempat yang sama. Kekayaan alam saya keruk, untuk memperkaya diri sendiri.
Sebagaimana yang saya katakan di atas, bahwa segala hal yang dimulai bersama kuasa kegelapan, tidak akan bisa bertahan lama. Kejahatan yang saya lakukan ini, mulai tercium pihak yang berwajib. Kalau sebelumnya saya hanya dipecat, sekarang saya berhadapan dengan aparat. Ancaman kurungan penjara sudah di depan dan kekayaan saya bisa disita semua.
Hidup saya dan keluarga mulai merasa tidak aman. Saya berusaha menghindar dari kejaran aparat. Dimana-mana saya dikejar polisi. Saya baru mengerti bahwa menjadi seorang buronan polisi itu sangat susah dan menderita. Seperti itulah kehidupan saya waktu itu. Saya menghalalkan segala cara untuk lolos, termasuk menyuap petugas. Hampir saja saya tertangkap.
Kehidupan saya memang mulai meningkat, selama bekerja di ilegal logging. Tuhan masih sayang saya dan mengkaruniakan dua anak, yang menggantikan anak saya yang meninggal sebelumnya. Satu lahir di tahun 2003 dan adiknya lahir setahun kemudian.
Sekalipun harta melimpah, tetapi hidup tanpa kedamaian. Harta itu menjadi tidak ada artinya. Saking tertekannya, saya tidak berani keluar rumah. Hidup saya hanya sembunyi dan sembunyi. Teman-teman saya, yang juga mempraktekkan kejahatan yang sama, sudah banyak yang tertangkap dan dipenjarakan. Saya semakin takut dan khawatir.
Akhirnya, karena terus tertekan, saya mulai meninggalkan usaha ilegal logging dan PETI itu. Tetapi saya sudah terdaftar dalam DPO (Daftar Pencarian Orang/buronan) Polisi. Setiap ada pergantian Kapolsek, saya akan berusaha melobinya, agar saya tidak ditangkap.
YES:Dlam keadaan demikian, selanjutnya apa yang Bapak lakukan?
Aman :
Puji Tuhan, tidak lama kemudian, tiba-tiba Ayub menghubungi saya. Dia membujuk saya untuk kembali ke Pontianak. Ini merupakan suatu awal pemulihan yang Tuhan kerjakan dalam hidup saya. Sungguh dahsyat pemulihan itu terjadi, yang akhirnya mengubah seluruh kehidupan saya.
Sekitar awal tahun 2009, saya memutuskan untuk kembali ke Pontianak. Ketika itu, Ayub sudah bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhannya, namun dia belum menceritakan pertobatannya. Waktu tiba di Pontianak, saya diperlakukan seperti raja. Ayub menjemput saya menggunakan mobil. Saya pikir, dia sudah kaya karena mampu beli mobil. Baru kemudian saya tahu jika itu adalah mobil sewaan, yang disewa hanya khusus untuk menjemput saya di bandara.
Tiba di rumahnya, saya merasa heran bercampur bingung, karena saya melihat orang tua saya bersatu dan semuanya rukun. Dari papa, dan ketiga istrinya, juga semua keluarga berkumpul di rumah itu. Suatu hal yang luar biasa, yang sesungguhnya sudah saya rindukan sejak lama dan sekarang telah menjadi nyata, di depan mata saya. Mereka bisa berkumpul dan akrab. Jika dulu, tidak bisa bertemu. Sebentarsaja ketemu, lansung ribut. Sangat berbeda 100%. Lalu saya bertanya kepada Ayub, “Ada apa sebenarnya yang terjadi, Yub?”
Lalu Ayub mulai bersaksi tentang pertobatannya. Dia bilang, “Sekarang, saya dan keluarga, sudah menjadi milik Tuhan dan saya ditolong oleh-Nya.” Saya merenungkan perkataan Ayub. “Oh begitu ya,” Jawabku.
Sejak bertobat, Ayub sudah memulai membuka usaha toko bangunannya. Untuk sementara, saya juga tinggal di toko itu. Yang lebih membuat saya terkejut, saya menemukan bahwa ternyata bukan hanya Ayub dan keluarganya saja yang sudah bertobat, tetapi juga seluruh keluarga besar saya, termasuk orang tua saya. Saya hanya bisa berkata, “Luar biasa!”
Besoknya, Ayub mengajak saya berkeliling dengan motor, melihat proyek yang sedang dikerjakannya, yaitu pembangunan gedung Graha Mazmur 21. Ayub berkata, “Ini gedung gereja yang sedang saya bangun.” Saya semakin terkejut dan berkata, “Wah, kamu bangun gereja?” Kemudian kami berkeliling lagi dan Ayub memperlihatkan beberapa proyek yang sedang dibangunnya. Ayub berkata, “Ko, semua ini adalah berkat dan anugrah dari Tuhan Yesus. Sesungguhnya saya tidak memiliki kekuatan dan kelebihan apapun untuk melakukan semua ini.” Saya kurang percaya dengan perkataannya. “Lho kok bisa?” Saya bertanya. Ayub menimpali,”Kan koko lihat sendiri, mana saya punya uang untuk melakukan ini semua?” Saya berkata, “Ia ya..., sepengetahuan saya dulu kita kan bangkrut, bagaimana kamu bisa dapat uang?”
Setelah mendengar perkataan Ayub ini, setiap hari saya merenung. Saya tidak habis pikir, rasanya aneh, kok bisa begitu cepat perubahan Ayub dan keluarga besar kami? Papa yang begitu galak, kok bisa jadi ramah? Semua ini masih menjadi tanda tanya bagi saya.
YES:Kemudian, apakah Bapak kembali ke Kalteng?
Aman :
Ya, saya memang kembali lagi ke Kalteng, karena istri dan anak-anak masih di sana. Kurang lebih ada seminggu, saya di Pontianak. Namun karena kekerasan hati, apa yang diceritakan adik saya, Ayub, kurang saya responi. Saya masih belum yakin.
Namun, setelah kembali ke Kalteng, Ayub tidak henti-hentinya menghububungi saya via telepon dan SMS. Inilah dahsyatnya firman Tuhan! Ayub selalu menyampaikan firman Tuhan yang dia dapatkan. Tetapi karena saya belum bertobat, saya malah semakin bingung dan tidak mengerti apa yang disampaikannya. Rasanya itu tidak masuk akal. Tetapi firman Tuhan yang Ayub taburkan, tidaklah sia-sia.
YES:Bagaimana selanjutnya, yang terjadi?
Aman :
Ini adalah poses dari pertobatan saya. Sekitar pertengahan tahun 2009, hidup saya mulai “kacau”. Firman Tuhan yang terus-menerus disampaikan Ayub, membuat saya “gelisah”. Firman Tuhan yang disampaikan Ayub, mulai bekerja dalam hati saya. Saya terobsesi dengan firman Tuhan yang selalu disampaikan Ayub hampir setiap hari. Rasanya, panggilan untuk pulang kembali ke Kalbar begitu kuat. Akhirnya, saya minta ijin dengan keluarga di sana (mertua), bahwa saya akan pulang ke Pontianak, Kalbar.
YES:Lalu, Bapak kembali ke Kalbar?
Aman :
Ya. dengan berat hati saya pulang ke Pontianak awal tahun 2010. Dikatakan berat hati, karena saya kembali harus meninggalkan istri dan anak-anak, karena anak-anak sidah bersekolah. Etapi ini tetap saya lakukan, karena inilah jalan bagi saya untuk bertobat. Ketika itu, gedung Graha Mazmur 21 sudah jadi. Saya tinggal di tempat Herpy, adik saya, anak dari mama ketiga.
Pada hari Minggunya saya diajak ke gereja oleh Herpy. Saya pun ikut beribadah di Graha Mazmur 21. Awalnya saya hanya sekedar ikut dan belum mengalami sesuatu. Tetapi lambat laun, ada suatu perasaan yang menjamah saya. Saya merasakan ketenangan dan kedamaian yang luar biasa. Ini adalah sesuatu yang belum pernah saya alami selama ini.
Setalah beberapa kali mengikuti ibadah, saya semakin merasakanjamahan Tuhan yang luar biasa, yang belum pernah saya alami. Saya merasaTuhan sangat dekat dengan saya. Akhirnya, pada Maret 2010, saya menyerahkan seluruh hidup saya kepada Yesus dan menerima-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat saya, dan dibaptis.
YES:Bagaimana kelanjutannya pak, setelah bertobat dan dibaptis?
Aman :
Segera setelah bertobat, saya mengalami pemulihan yang luar biasa dan mengalami pelepasan dari kuasa-kuasa jahat yang dulu pernah saya sembah. Saya terus aktif di gereja, baik ibadah raya, atau komsel.Tuhan terus mendidik saya, sampai saya berani menyaksikan firman Tuhan kepada orang lain, terutama kepada keluarga. Istri saya yang masih ada di Kalteng, terus saya telepon dan berikan ayat-ayat firman Tuhan kepadanya, persis seperti apa yang dilakukan Ayub terhadap saya dulu. Anehnya, sama seperti apa yang saya alami dulu, istri saya pun mulai heran dan bertanya, “Pa, apa yang terjadi dengan papa nih?” Saya yakin hal ini sudah mulai mengusik hatinya, seperti yang saya alami dulu.
YES:Setelah bertobat dan mengalami proses pemulihan, bagaimana dengan kehidupan jasmani Bapak?
Aman :
Saya memang telah mengalami proses pemulihan kerohanian, tetapi selama di Pontianak, saya masih belum memiliki pekerjaan tetap. Setiap hari, saya hanya berdoa dan membaca Alkitab. Lalu saya membantu keluarga saya. Jika Herpy pergi ke bank, saya pun ikut. Terkadang pun saya ikut bantu di tokonya Ayub. Saya yakin, saat itu, Tuhan sedang mendidik kerohanian saya yang masih sedang bertumbuh, sehingga Dia ijinkan saya belum memiliki pekerjaan tetap.
Walaupun demikian, saya juga sambil terus mencai-cari lokasi yang tepat, untuk mulai usaha. Waktu itu, saya masih ada sedikit modal. Ayub menyarankan saya untuk membuka toko bangunan saja. Lalu saya bilang, “Wah Yub, bagaimana bisa buka toko bangunan? Kalau kerja kayu, saya paham. Tapi kalau toko bangunan, saya tidak mengerti.” Tetapi Ayub membesarkan hati saya, dia bilang,”Jangan takut ko, Tuhan pasti menyertai koko.” Anehnya, perkataan Ayub ini langsung saya responi. Saya bilang, “OK lah, kalau begitu.”
YES:Bagaimana selanjutnya, apa Bapak memperoleh lokasi untuk membuka toko bangunan?
Aman :
Saya terus mencari lokasi usaha. Akhirnya saya mendapatkan 3 lokasi. Dari 3 lokasi ini, saya merasakan damai untuk memulai usaha saya di lokasi yang sekarang telah saya gunakan untuk usaha toko bangunan, yang masih berdiri sampai sekarang ini. Lokasi itu saya sewa dan Ayub membantu saya mendirikan toko bangunan sekaligus rumah tinggal saya. Ayub juga yang membantu saya mengurus administrasi toko itu, juga perijinan, SIUP, SITU, dan surat-surat lainnya yang diperlukan.
Pada tanggal 23 Mei 2010, toko saya diresmikan oleh Gembala Psalm 21. Toko saya belum memiliki nama. Oleh karena itu, saya minta Pak Yosep selaku PKS saya, yang memberikan nama. Akhirnya toko itu diberi nama toko bangunan “Zaitun Sukses”.
Karena saya buka toko bangunan, tanpa ada pengetahuan sedikit pun untuk mengelola sebuah toko, maka saya minta bantuan mama ketiga (mamaNYA Herpy). Setelah 2 bulan toko dibuka, saya pulang ke Kalteng lagi untuk menjemput istri dan anak-anak saya. Mama ketiga hanya membantu saya sekitar 2-3 bulan saja. Setelah itu, istri yang membantu saya mengurus toko. Jika ada hal-hal yang saya belum mengerti, saya selalu konsultasi dengan Ayub. Sekalipun dia adik saya, tetapi saya menjadikannya mentor dalam bisnis.
YES:Setelah buka toko bangunan, apakah Bapak masih mengalami proses dari Tuhan?
Aman :
Ya, tepatnya di tahun 2011, saya diijinkan Tuhan mengalami pencobaan lagi, bahkan dua cobaan yang berat dalam hidup saya. Karena saya belum mengerti benar, bagaimana mengendalikan toko ini, saya mengalami kerugian ratusan juta rupiah. Di tengah kerugian ini, cobaan kedua datang. Timbul kegoncangan dalam keluarga kami, suami–istri. Istri saya berontak, dan memilih untuk kembali lagi ke Kalteng. Kami cekcok besar. Saya hanya bisa pasrah saja dan berdoa. Dalam doa saya, Tuhan ingatkan saya bahwa saya harus datang dan menceriterakannya kepada gembala. Saya langsung menjumpai beliau dan menceritakan semuanya. Bukankah keterbukaan adalah kunci pemulihan?
Gembala mendoakan dan memberikan beberapa pandangan. Gembala berkata, “Apa yang diminta istrimu, sementara kau turuti saja dulu.” Apa yang dikatakan gembala, saya ikuti. Akhirnya istri dan kedua anak saya pun kembali ke Kalteng.
Di tengah cobaan yang berat, saya tetap berdoa dan berharap pada Tuhan. Toko pun tetap saya jalankan. Puji Tuhan, Dia mulai memulihkan kami. Sekitar 2 minggu kemudian, entah kenapa, istri telepon saya. Istri saya berkata bahwa dia akan kembali ke Pontianak. Haleluyah! Saya tidak mengira Tuhan akan jawab doa saya dengan cepat. Ini adalah mukjizat yang luar biasa! Tuhan pulihkan keluarga yang sudah diambang kehancuran, hanya dalam waktu 2 minggu. Tidak lama kemudian, kami berkumpul lagi, sampai sekarang. Sekalipun istri belum menerima Tuhan Yesus, namun dia sudah mulai meresponi.
YES:Selain pemulihan keluarga, apakah Bapak juga mengalmi pemulihan dalam usaha?
Aman :
Ya benar. Tahun 2012 lalu, Tuhan memberkati saya berlipat ganda. Usaha saya semakin meningkat drastis. Kerugian di tahun sebelumnya, tertutup semua dengan keuntungan saya. Saya juga tidak mengerti, mengapa ini bisa terjadi. Tetapi yang saya tahu bahwa Tuhan sudah memberikan pertolongan-Nya yang dahsyat! Saking ramainya konsumen, saya sempat kewalahan melayani mereka.
YES:Bagaimana awal mula dari pemulihan usaha Bapak?
Aman :
Suatu ketika, saya mengalami mimpi. Anehnya, mimpi yang sama itu, saya alami berkali-kali. Dalam mimpi itu, saya mendapatkan ayat, yang sekaligus menjadi ayat pegangan saya, yaitu Matius 6:33
“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” – Matius 6:33.
Ketika saya mendapatkan ayat ini, saya langsung meresponinya. Untuk meresponi ayat ini, saya menceritakannya kepada Ayub, yang adalah adik, sekaligus mentor saya. Setiap masukan yang diberikan Ayub berdasarkan ayat itu, selalu saya lakukan. Saya selalun mendahulukan setiap hal yang bersangkutan dengan Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya.
Di akhir tahun 2012, ayat ini digenapi dalam kehidupan saya. Begitu perhitungan akhir tahun (tutup buku), saya menemukan omset saya di toko bangunan begitu luar biasa. Jumlahnya berlipat-lipat dari kerugian di tahun 2011.
Puji Tuhan, oleh karena Dia, kehidupan kami saat ini tidak lagi pernah mengalami kekurangan. Selalu merasakan ketenangan, damai dan sukacita yang tidak ada bandingannya. Sampai saat ini, saya tetap setia beribadah, bahkan sudah melayani sebagai usher di Psalm 21. Sekalipun saya tidak mendapat jadwal pelayanan, saya tetap hadir dalam kondisi siap melayani. Saya juga setia di Komsel. Sampai saat ini, usia pertobatan saya, baru mencapai sekitar 3 tahun.
Puji Tuhan, sampai saat ini saya juga sudah menjangkau beberapa jiwa bagi Tuhan. Saya mentoring mereka sampai sekarang. Istri pun sudah saya bawa ke gereja beberapa kali, dan saya yakin, suatu saat nanti, dia akan meresponi panggilan Tuhan. Anak-anak juga sudah mengikuti sekolah minggu. Tuhan juga sudah melatih saya untuk peka terhadap suara-Nya.
Saya tidak lupa untuk mengucap syukur kepada Tuhan, atas semua yang terjadi dalam kehidupan saya. Ternyata, dibalik semuanya, ada kesan yang luar biasa dari Tuhan. Saya pun bersyukur dengan kehidupan saya saat ini. Dengan saya bisa memiliki keluarga seperti Ayub, Herpi, serta kedua orang tua saya.
YES:Tolong bapak berikan kiat-kiat yang membangun, supaya bisa menjadi berkat bagi para pembaca.
Aman :
- Kesuksesan seseorang, tidak diukur dari berapa banyak harta yang diperolehnya, tetapi diukur dari seberapa banyak pengorbanan yang kita lakukan untuk Tuhan. Ini baru disebut sukses seutuhnya. Untuk apa kita memilki banyak harta, tetapi tidak ada kedamaian. Seperti apa yang saya alami dulu, punya harta banyak, tetapi dikejar polisi. Sekarang hidup saya jauh lebih menyenangkan. Kita sudah mengenal Tuhan, bisa melayani-Nya dan hidup berkecukupan. Bagi saya inilah yang disebut dengan sukses.
- Miliki seorang bapa dan mentor yang tepat. Sebagaimana saya memiliki bapa rohani, yaitu gembala kita, yang selalu mendoakan, mengayomi dan mengarahkan saya dalan kerohanian, sehingga kerohanian kita semakin bertumbuh dewasa. Juga saya memiliki seorang mentor, yaitu Ayub. Kita tidak bisa memiliki sembarang mentor, tetapi harus ada mentor yang tepat. Tanpa bantuan dan mentoring Ayub, saya akan sulit menjalankan usaha saya.
- Tunduk dan taat kepada Firman Tuhan. Sebagaimana yang saya alami.
- Selalu terbuka dengan bapa rohani dan mentor kita. Sebagaimana yang saya kemukakan di atas, bahwa keterbukaan adalah awal dari pemulihan.
Sampai saat ini Pak Aman, setia beribadah dan melayani di gereja Psalm 21. Bersama Istri dan anak-anaknya, menjalankan usaha toko bangunan “Zaitun Sukses”.